Dalam perayaan Imlek, sudah menjadi tradisi jika di Tahun Baru China atau Imlek tidak akan lengkap tanpa kue keranjang. Kue keranjang disebut juga kue tahunan, karena hanya dibuat setahun sekali pada masa menjelang tahun baru Imlek. Kue keranjang menjadi sajian khas, baik dalam peribadatan ataupun dibagikan kepada kerabat atau orang disekitarnya.
Pada zaman dahulu banyaknya atau tingginya kue keranjang menandakan kemakmuran keluarga pemilik rumah. Biasanya kue keranjang disusun ke atas dengan kue mangkok berwarna merah di bagian atasnya. Ini adalah sebagai simbol kehidupan manis yang kian menanjak dan mekar seperti kue mangkok.
Kue keranjang mempunyai banyak makna filosofisnya yang dipercayai secara turun-temurun yaitu sebagai berikut :
1. Kue keranjang itu dibuat dari tepung ketan, yang notabene lengket. Maknanya, lengket itu menggambarkan persaudaraan yang erat dan menyatu.
2. Kue keranjang rasanya sangat manis. Rasa manis atau enak ini diyakininya memiliki makna suka cita, kegembiraan, menikmati berkat, berpikir positif dan memberikan yang terbaik. Hal yang sama hendaknya dilakukan di dalam membina hubungan dengan pelanggan kita dengan memberikan mereka yang terbaik. Hal ini juga memiliki suatu pengharapan bagi manusia, supaya hidup mereka tambah manis dan enak.
3. Kue keranjang berbentuk bulat atau bundar, tanpa ujung di semua sisi. Makna dari bentuk bulat ini melambangkan pesan kekeluargaan, tanpa merasa ada yang lebih penting dari yang lain dan tanpa batas akhir. Prinsip seperti ini kalau kita anut dalam relasi dengan pelanggan amatlah mulia. Dalam prinsip ini terkandung nilai bahwa pelanggan adalah keluarga besar kita. Pelanggan dengan kita mempunyai kesetaraan hubungan bisnis, relasi dan perlu dibina tanpa batas.
4. Kue keranjang mempunyai tekstur yang kenyal. Dalam hal ini, kenyal memiliki makna sebuah keuletan, gigih dalam berjuang untuk meraih satu tujuan hidup. Prinsip ini jika diterapkan dalam membina relasi bisnis mengandung makna segala sesuatu yang baik dan tanpa batas akhir.
5. Kue ini mempunyai daya tahan yang sangat lama dan bisa bertahan lebih dari satu tahun, jika dijemur kue ini akan menjadi keras seperti batu tapi lebih awet. Walaupun terkadang jika disimpan selama dua bulan, mulai muncul bintik-bintik tanda jamur telah menyerang namun hal itu bukan masalah. Tinggal dibersihkan saja bintik putihnya dan rasanya tidak akan berubah.
Hal ini melambangkan suatu hubungan kekerabatan yang abadi, tidak akan berubah meski zaman telah berubah. Relasi bisnis yang baik tetap harus dibina agar tetap loyal. Loyalitas adalah satu hal yang penting, menjaga hubungan dan pelayanan juga tidak bisa diabaikan walaupun sudah berhubungan akrab cukup lama.
6. Proses pembuatan kue keranjang membutuhkan waktu yang relatif lama. Waktu yang dibutuhkan untuk memasak kue keranjang di atas tungku rata-rata berkisar antara 11-12 jam lamanya. Lamanya proses memasak kue ini melambangkan kesabaran dan keteguhan dalam meraih cita-cita agar segala sesuatu menjadi sempurna dan mendapatkan hasil yang maksimal, dibutuhkan usaha yang kuat, berkesinambungan, tekanan yang keras dan tekun menjalaninya.
Dalam masa pembuatannya pikiran harus bersih, tingkah laku harus bersih dan perbuatan harus bersih. Pembuatan kue Keranjang adalah meditasi. Jika dalam proses pembuatan kue ini ada gangguan dalam hal kesopanan, konsentrasi, tingkah laku dan perbuatan yang kurang baik, diyakini Kue Keranjang yang dihasilkan tidak akan mengeras, tapi lembek, pucat, tidak merah dan tidak bagus.
(penjual kue keranjang sumber : Google)
(pembuat kue keranjang sumber : Google)
Sumber: http://gaya.kini.co.id/2017/01/25/356/filosofi-dibalik-kue-keranjang-pada-perayaan-imlek
Sejarah Kue Keranjang
Sejarah Kue Keranjang
Kue keranjang (ada yang menyebutnya kue ranjang) yang disebut juga sebagai Nian Gao (年糕) atau dalam dialek Hokkian Ti Kwe (甜棵)[1], yang mendapat nama dari wadah cetaknya yang berbentuk keranjang[2], adalah kue yang terbuat dari tepung ketan dan gula[3], serta mempunyai tekstur yang kenyal dan lengket.[4] Kue ini merupakan salah satu kue khas atau wajib perayaan tahun baru Imlek[5][6][7], walaupun tidak di Beijing pada suatu saat.[8] Kue keranjang ini mulai dipergunakan sebagai sesaji pada upacara sembahyang leluhur, tujuh hari menjelang tahun baru Imlek (廿四送尫 Ji Si Sang Ang), dan puncaknya pada malam menjelang tahun baru Imlek. Sebagai sesaji, kue ini biasanya tidak dimakan sampai Cap Go Meh (malam ke-15 setelah tahun baru Imlek).[9]
Dipercaya pada awalnya kue, ini ditujukan sebagai hidangan untuk menyenangkan dewa Tungku (竈君公 Cau Kun Kong) agar membawa laporan yang menyenangkan kepada raja Surga (玉皇上帝 Giok Hong Siang Te). Selain itu, bentuknya yang bulat bermakna agar keluarga yang merayakan Imlek tersebut dapat terus bersatu, rukun dan bulat tekad dalam menghadapi tahun yang akan datang.[10]
Asal usul nama
Kue keranjang memiliki nama asli Nian Gao atau Ni-Kwe yang disebut juga kue tahunan karena hanya dibuat setahun sekali pada masa menjelang tahun baru Imlek. Di Jawa Timur disebut sebagai kue keranjang sebab dicetak dalam sebuah "keranjang" bolong kecil, sedangkan di beberapa daerah di Jawa Barat ada yang menyebutnya Dodol Cina untuk menunjukkan asal kue tersebut yaitu Cina, walaupun ada beberapa kalangan yang merujuk pada suku pembuatnya, yaitu orang-orang Tionghoa.[13]
Sedangkan dalam dialek Hokkian, ti kwe berarti kue manis, yang menyebabkan orang-orang tidak sulit menebak kalau kue ini rasanya manis.
Arti di balik kue keranjang
Di Cina terdapat kebiasaan saat tahun baru Imlek untuk terlebih dahulu menyantap kue keranjang sebelum menyantap nasi sebagai suatu pengharapan agar dapat selalu beruntung dalam pekerjaannya sepanjang tahun.[13]
Nian Gao, kata Nian sendiri berati tahun dan Gao berarti kue (糕) dan juga terdengar seperti kata tinggi (高), oleh sebab itu kue keranjang sering disusun tinggi atau bertingkat. Makin ke atas makin mengecil kue yang disusun itu, yang memberikan makna peningkatan dalam hal rezeki atau kemakmuran. Pada zaman dahulu banyaknya atau tingginya kue keranjang menandakan kemakmuran keluarga pemilik rumah. Biasanya kue keranjang disusun ke atas dengan kue mangkok berwarna merah di bagian atasnya. Ini adalah sebagai simbol kehidupan manis yang kian menanjak dan mekar seperti kue mangkok.[1]
Cara menyajikan
Kue yang terbuat dari beras ketan dan gula ini dapat disimpan lama, bahkan dengan dijemur dapat menjadi keras seperti batu dan awet. Sebelum menjadi keras kue tersebut dapat disajikan langsung, akan tetapi setelah keras dapat diolah terlebih dahulu dengan digoreng menggunakan tepung dan telur ayam dan disajikan hangat-hangat. Dapat pula dijadikan bubur dengan dikukus (di-tjwee/di-cue 炊) kemudian ditambahkan bumbu-bumbu kesukaan.[13]
Referensi[sunting | sunting sumber]
^ a b Makna simbolik hidangan Imlek, GangBaru.com, 16. Februari 2007 jam 12:02, SiuTao, Thu Feb 22, 2007 11:26 am
^ Arie Parikesit, Tradisi Samseng di Semarang, Sinar Harapan, 30 Januari 2004
^ Adi, Barongsai, Kesenian China yang Kian Mengakar, Suara Karya Online, Rabu, 21 Februari 2007
^ Opi, Perayaan Imlek: Awali Tahun dengan Penuh Suka Cita dan Makna, Truly jogja, 22/02/2007 12:39
^ Angeline Maria Donna, Imlek, Tidak Cuma Angpao dan Kue Keranjang, Compas Cyber Media Community, Sabtu, 17 Februari 2007 13:29 wib
^ Rika Eridani, Mengenal Makanan Khas Imlek ala Indonesia, Mengandung Perlambangan Kemakmuran, Panjang Umur, dan Kebahagiaan, Artikel Sedap Sekejap, Edisi 2/II-Februari 2001
^ Hermina Sutami, Imlek di Beijing: Tidak Mewajibkan Angpau dan Kue Keranjang, Intisari on the Net, Bulan Februari 2001
^ Selamat Datang Tahun Anjing, Suara Pembaharuan Daily, tionghoa-net, Fri, 20 Jan 2006 17:58:22 -0800
^ Melestarikan Tradisi Melalui Kue Keranjang, Kompas, budaya_tionghua, message:1810, Forum Budaya Tionghoa, 2006/09/07
^ Bagus Kurniawan, Jelang Imlek di Yogyakarta, Kue Keranjang Laris Manis, detikcom, 27/01/2006 19:44 WIB
Sumber : Wikipedia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar